1. Apa perbedaan antara filsafat ketuhanan dan teologi?
Teologi berbicara tentang iman dan Tuhan dari suatu sudut tertentu, yakni wahyu. Apa yang diimani dan dijalani dalam hidup menurut iman dilihat kesesuaiannya dengan wahyu sebagai sumber iman tersebut. Demikian juga halnya dengan Tuhan.
Wahyu adalah sumber kebenaran dalam teologi. Karena itu, setiap agama memiliki teologinya sendiri, dan setiap refleksi dan diskursus secara teologis hanya terjadi dalam orang-orang yang sudah menerima wahyu tertentu tersebut sebagai sumber kebenaran.
Filsafat ketuhanan berbicara tentang iman dan Tuhan tidak dari sudut-sudut tertentu, melainkan secara mendasar. Iman dan Tuhan dilihat dengan menggunakan nalar. Iman, misalnya, dengan demikian dapat dilihat dari sudut konsistensi logis antara ajaran-ajaran di dalam agama tersebut, kesesuaian ajaran dengan pengetahuan tentang dunia dan masyarakat, kemudian juga dapat dilihat dari sudut pengalaman batin. Demikian juga Tuhan. Kepercayaan tentang Tuhan dibicarakan secara rasional.
Nalar adalah sumber kebenaran dalam filsafat ketuhanan. Karena itu, refleksi dan diskursus dapat terjadi di antara orang-orang tanpa dibatasi keperluan mempercayai kebenaran suatu wahyu tertentu.
2. Apa yang dimaksud dengan perubahan dari paradigma teosentris ke paradigma antroposentris?
Perubahan paradigma teosentris ke paradigma antroposentris berarti perubahan suatu kerangka pikir dimana sebelumnya segala-galanya dipandang dari sudut Allah yang menciptakan, mengarahkan, mempertahankan, dan menyelamatkan manusia (theos = Allah, dan centrum = pusat), menjadi dari sudut manusia (anthropos = manusia), sehingga bahkan kemudian Tuhan pun dipertanyakan dari sudut manusia.
Perubahan ini terjadi pada abad ke-13 sampai dengan abad ke-17, dan ditandai dengan berbagai peristiwa. Di abad pertengahan, perubahan paradigma ini diawali dengan persaingan antara Kaisar dan Paus dan diterimanya filsafat Aristoteles sebagai kerangka filsafat utama Eropa Barat, yang memisahkan wilayah ‘dunia’ dan ‘ilahi’. Kemudian pada abad ke-14, cita-cita kemanusiaan Romawi dan Yunani pra-Kristiani kembali menyeruak dan mulai menempatkan manusia sebagai pusat perhatian, menggeser perspektif budaya yang ditentukan agama. Lalu, pada jaman Renaissance, kesadaran akan subjektivitas mencuat, ironisnya, di tengah kebangkitan kembali agama. Contohnya adalah Martin Luther yang melawan dominasi Gereja atas kehidupan religius umat dan menegaskan setiap orang berhak memahami sendiri Kitab Suci. Untuk pertama kali, manusia menjadi pusat dari keselamatannya sendiri.
3. Apa yang dimaksud dengan Deisme?
Deisme adalah paham dimana Allah menciptakan alam semesta berikut hukum-hukumnya lalu membiarkannya berjalan sendiri. Dengan demikian, Deisme mengandaikan harmonia praestabilisata, keselarasan yang sejak awal dipastikan. Allah seumpama pembuat jam yang sempurna, yang tidak perlu mengutak-atik jamnya lagi secara berkala setelah diciptakan karena jamnya sudah sempurna sejak dibuat dan tidak memerlukan diriNya untuk berjalan.
Implikasinya adalah:
- hilangnya kegunaan berdoa karena segala sesuatu, termasuk situasi saat ini, sudah sempurna dan baik adanya, dan juga karena Allah tidak terlibat lagi dalam alam semesta ini
- tidak adanya mukjizat karena alasan serupa, Allah tidak terlibat dan dekat lagi
- tidak ada wahyu, juga karena Allah tidak terlibat lagi
Deisme membuka jalan untuk ateisme, karena jika Allah sudah dicoret dari hiruk pikuk alam semesta yang sekarang, tidak ada alasan kenapa peranNya di permulaan harus dipertahankan (dalam ateisme peran Allah dicoret seluruhnya).
4. Apa tiga tahap perkembangan intelektual manusia menurut Comte?
- Tahap I: tahap teologis
Pada tahap ini, gejala-gejala alam dijelaskan sebagai hasil tindakan dewa atau kekuatan-kekuatan adi-duniawi lain, hasilnya adalah mitos dan agama.
- Tahap II: tahap metafisik
Pada tahap ini, gejala-gejala alam dijelaskan sebagai hasil konsep-konsep dan prinsip-prinsip abstrak spekulasi filsafat, hasilnya adalah filsafat.
- Tahap III: tahap positivisme
Pada tahap ini, gejala-gejala alam dijelaskan secara ilmiah, diamati dan ditemukan hubungannya dalam metode positif, hasilnya adalah ilmu pengetahuan.